Kec. Pagentan, Kab. Banjarnegara
Prov. Jawa Tengah
081392643165
Metawana2008@gmail.com
Sekitar awal abad ke-20, tepatnya pada kisaran tahun 1900–1920-an, hiduplah seorang tokoh yang menjadi cikal bakal berdirinya Desa Metawana. Beliau adalah Mbah Sokawana, seorang prajurit perang dari tanah Jawa yang tengah berjuang melawan penjajahan Belanda. Dalam upayanya menghindari pengejaran, Mbah Sokawana bersembunyi di sebuah wilayah kaki bukit yang kini dikenal sebagai Gunung Kelir.
Nama Sokawana sendiri, dalam bahasa Sanskerta, berarti rajin berkebun. Julukan ini sangat sesuai dengan kehidupannya, karena beliau memang mengandalkan hasil kebun untuk bertahan hidup. Bersama sang istri tercinta, Nyai Sembodor, beliau mengolah lahan subur di sekitar kaki bukit tersebut. Dari hasil pengamatan akan kekayaan alam yang melimpah, Mbah Sokawana kemudian memberi nama wilayah ini “Metawana”, yang berarti berkah dari kebun.
Hingga kini, warisan budaya dari Mbah Sokawana masih terjaga dengan baik. Salah satunya adalah tradisi Ruwat Bumi setiap tanggal 1 Suro, yang dilakukan dengan menyembelih wedus kendit—seekor kambing hitam dengan garis putih melintang di perutnya. Selain itu, masyarakat juga menggelar pementasan wayang kulit sebagai bentuk penghormatan kepada Nyai Sembodor, yang dipercaya bersemayam di puncak Gunung Kelir. Keyakinan ini diperkuat dengan adanya sebuah makam misterius di puncak bukit, yang konon merupakan makam seorang dalang beserta seperangkat gamelan Jawa.
Tradisi ini tidak hanya menjadi bentuk penghormatan kepada leluhur, tetapi juga menjadi simbol rasa syukur masyarakat Metawana atas kesuburan tanah dan kesejahteraan yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Desa Metawana saat ini terbagi menjadi tiga dusun, yaitu:
Dusun Metawana – dinamai langsung oleh Mbah Sokawana.
Dusun Sumberan – berarti sumber rejeki, menggambarkan melimpahnya penghidupan di wilayah tersebut.
Dusun Anggrungsari – diambil dari nama pohon Anggrung yang tumbuh subur di daerah tersebut.
Awal terbentuknya pemerintahan desa terpusat di Dusun Metawana sebelum kemudian berkembang seperti sekarang.
Miskun merupakan kepala desa pertama sekaligus penduduk asli Dusun Metawana. Pada masa itu, jabatan kepala desa dipegang seumur hidup kecuali jika terdapat hal mendesak untuk pergantian.
Jakub adalah kepala desa kedua yang berasal dari Dusun Anggrungsari. Ia menjabat menjadi kepala desa setelah Miskun meninggal dunia.
Muryadi menjadi kepala desa ketiga menggantikan Jakub. Ia menjabat menjadi kepala desa setelah Jakub meninggal dunia sebelum masa jabatannya lama berjalan. Muryadi merupakan penduduk asli Dusun Sumberan.
Kramadiwirya menjadi kepala desa keempat yang berasal dari Dusun Sumberan. Pada masa jabatannya, kantor pemerintahan dipindahkan dari Dusun Metawana ke Dusun Sumberan.
Sumarno menjadi kepala desa yang memulai era baru karena ia adalah kepala desa pertama yang menjabat melalui proses pemilihan. Sumarno menjabat selama dua periode dengan total 16 tahun kepemimpinan.
Nyai Gethuk atau Bu Gethuk merupakan kepala desa wanita pertama di Desa Metawana. Ia menjabat dalam waktu cukup lama yakni 10 tahun.
Untung Saefudin menjadi kepala desa termuda dibandingkan dengan pendahulunya. Pada tahun 2012, ia terpilih sebagai kepala desa dan menjabat dari tahun 2012-2018. Ia juga terpilih menjadi kepala desa periode kedua yang berlangsung pada 2018-2024. Untung Saefudin kemudian mengundurkan diri pada tahun 2024 sebelum masa jabatannya selesai untuk mendaftar menjadi anggota DPRD dari Dapil VI. Ia terpilih menjadi anggota DPRD periode 2024-2029.
Sidi Suherman adalah kepala desa ke delapan yang berasal dari Dusun Sumberan. Sebelum menjadi kepala desa, ia menjabat sebagai Kepala Dusun Sumberan. Setelah mendapatkan suara terbanyak melalui proses pemilihan tahun 2024, ia menjadi Kepala Desa Metawana periode 2024-2029.
Kirim Komentar